Suratku ini aku awali dengan kata, “Aku sangat merindukanmu, mungkinkah rinduku berbalas?” Dulu kau sering mendatangiku dan menciumku. Kini, kau tempatkan aku di tempat yang nyaman, namun itu menyiksaku karena kau jarang bercengkerama denganku. Kau lebih sibuk berlama-lama dengan iPad dan BB-mu.
Aku benar-benar sangat iri dengan iPad dan BB yang kau miliki. Kemana
pun kau pergi, mereka selalu kau bawa. Saat di rumah pun kau asyik dan
rela berlama-lama dengan mereka berdua. Sementara aku, tetap kau
abaikan. Padahal, sibuk dengan iPad dan BB belum tentu memberimu manfaat
dan berpahala.
Ketahuilah, saat kau bercengkerama denganku setiap hurufku memberi
satu kebaikan dan memberikan 10 kali lipat pahala walau mungkin kau tak
tahu maknanya. Bahkan saat kau terbata-bata saat berucap, kau justru
mendapat dua pahala: Pahala membacaku dan pahala karena kau kesulitan
mengucapkannya.
Siapa yang berpegang teguh kepadaku maka ia tak akan tersesat, tapi
mengapa kau merasa tak bersalah saat jarang menyapaku. Kau malu bila
belum membaca buku atau novel best seller, tapi mengapa kau tak merasa
malu sedikitpun belum menyelesaikan membacaku? Aku ada bukan untuk kau
simpan di almarimu tetapi seharusnya untuk kau simpan di hatimu. Tetapi
bagaimana mungkin aku bersemayam di hatimu bila kau jarang membacaku.
Seharusnya aku dipelajari bukan hanya ketika kau kecil tetapi
seharusnya setiap waktu. Mengapa? Karena aku ini pedoman hidupmu. Aku
bukanlah “mainan” yang hanya kau baca saat kau kecil. Aku ada juga bukan
hanya sekedar menjadi mas kawin saat kau menikah. Dan bukan pula hanya
untuk kau ingat, saat ada kematian di keluargamu.
Mengapa hidupmu kacau? Mengapa kau sering jenuh? Mengapa hidupmu
sering gelisah? Mengapa kau sering berani berbuat maksiat? Mengapa kau
banyak tak mengerti ketentuan Tuhanmu? Karena kau jarang bercengkerama
denganku.
Demikianlah suratku untukmu, semoga kau mengerti keluhan dan deritaku. Aku ingin kau manjakan seperti iPad dan BB-mu
Yang rindu padamu,
Kitab Sucimu
No comments:
Post a Comment